Sastrawan WS Rendra meninggal dunia di RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis 6 Agustus 2009 22.10. Rendra menderita penyakit jantung koroner. Dimakamkan Jumat 7 Agustus 2009 di tempat pemakaman umum (TPU) Bengkel Teater Rendra, Cipayung, Citayam, Depok.
WS Rendra mencurahkan sebagian besar hidupnya dalam dunia sastra dan teater. Mengubah sajak, membacakannya, menulis naskah drama sekaligus melakoninya sendiri, dikuasainya dengan sangat matang. Hasil karya Rendra sudah melegenda di kalangan pecinta seni sastra dan teater di dalam dan luar negeri.
Hasil karya WS Rendra antara lain :
Drama
- Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
- SEKDA (1977)
- Selamatan Anak Cucu Sulaiman (dimainkan 2 kali)
- Mastodon dan Burung Kondor (1972)
- Hamlet (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)- dimainkan dua kali
- Macbeth (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)
- Oedipus Sang Raja (terjemahan dari karya Sophokles, aslinya berjudul "Oedipus Rex")
- Lisistrata (terjemahan)
- Odipus di Kolonus (Odipus Mangkat) (terjemahan dari karya Sophokles,
- Antigone (terjemahan dari karya Sophokles,
- Kasidah Barzanji (dimainkan dua kali)
- Perang Troya Tidak Akan Meletus (terjemahan dari karya Jean Giraudoux asli dalam bahasa Prancis: "La Guerre de Troie n'aura pas lieu")
- Panembahan Reso (1986)
- Kisah Perjuangan Suku Naga (dimainkan 2 kali)
Sajak/Puisi
- Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
- Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
- Blues untuk Bonnie
- Empat Kumpulan Sajak
- Jangan Takut Ibu
- Mencari Bapak
- Nyanyian Angsa
- Pamphleten van een Dichter
- Perjuangan Suku Naga
- Pesan Pencopet kepada Pacarnya
- Potret Pembangunan Dalam Puisi
- Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
- Rick dari Corona
- Rumpun Alang-alang
- Sajak Potret Keluarga
- Sajak Rajawali
- Sajak Seonggok Jagung
- Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
- State of Emergency
- Surat Cinta
Berkah pengabdian terhadap dunia sastra dan hasil karyanya, WS Rendra telah memperoleh berbagai penghargaan, yakni :
- Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
- Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
- Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
- Hadiah Akademi Jakarta (1975)
- Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
- Penghargaan Adam Malik (1989)
- The S.E.A. Write Award (1996)
- Penghargaan Achmad Bakri (2006).
Wahyu Sulaeman Rendra (lahir sebagai Willibrordus Surendra Broto Rendra, lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935. Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya.
Pendidikan
- TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
- SD s/d SMU Katolik, St. Yosef, Solo - Tamat pada tahun 1955.
- Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta - Tidak tamat.
- mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 - 1967).
WS Rendra dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok.
Karya-karyanya yang mengkritik pemerintahan pada saat itu, sempat membuat Rendra ditahan oleh pemerintah. Dramanya pun terkadang dilarang pentas, seperti "SEKDA", "MASTODON", dan "BURUNG KONDOR."
Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974”.
Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.
Setelah kepergian "Mbah Surip", kini sang maestro telah pergi meninggalkan bangsa ini. Selamat jalan bung, semoga amal ibadahmu diterima disisi-Nya.