Gempa Padang yang terjadi baru - baru ini benar - benar memberikan duka mendalam, tidak hanya bagi warga Padang saja namun juga bagi seluruh bangsa Indonesia. Korban meninggal sampai saat ini sekitar 400an, belum lagi korban yang masih terperangkap dalam reruntuhan bangunan.
Selama 3 hari ini perhatian warga Indonesia terarah ke Padang. Bahkan dua pemimpin negeri ini, telah menuju Padang untuk meninjau lokasi gempa. Jika melihat kerusakan yang terjadi, gempa Padang memberikan efek kerusakan yang lebih hebat dari gempa Tasikmalaya dan (mungkin) gempa Yogyakarta.
Kondisi ini membuat keluarga korban berharap cemas untuk menemukan anggota keluarga mereka yang masih hilang. Beberapa stasiun televisi pun secara kontinyu menayangkan kondisi terakhir di lokasi. Pada awalnya hal ini menurut saya sangat membantu karena data terus ter-update, sehingga bisa memberikan informasi yang lengkap bagi penonton.
Namun, akhir-akhir ini saya sedikit terusik dengan tayangan beberapa stasiun televisi yang seperti "mengeksplorasi" keluarga korban. Eksplorasi yang muncul adalah agar keluarga megeluarkan air mata, sehingga terlihat menyedihkan (padahal sudah menyedihkan). Bahkan ada beberapa saat wajah keluarga korban diperbesar (zoom) agar benar -benar terlihat meneteskan air mata.
Maaf, saya bukan tidak bersikap empati dan simpati ke keluarga korban. Namun bagi saya tayangan tersebut kurang etis untuk ditayangkan. Apalagi beberapa penyiar televisi seperti berupaya untuk terus "membuat" keluarga korban menanggis. Beberapa pertanyaan seperti; "apa makanan kesukaan anak anda?", "apakah si - A anak yang baik?" adalah pertanyaan yang bagi saya justru menambah kesedihan keluarga korban. Pertanyaan tersebut bagi saya seperti mengingatkan keluarga korban akan korban, padahal nasib korban belum ditemukan atau bahkan sudah meninggal.
Bagi saya pertanyaan dan penayangan tersebut hanyalah "eksplorasi" terhadap keluarga korban dan menjual kesedihan keluarga korban. Entahlah, saya tak mau menuduh pihak tertentu. Bukankah hal ini sudah terjadi sejak lama di stasiun televisi kita. Lihat saja program acara yang laris cenderung menjual "air mata". Dari sinetron sampai program reality show hampir semuanya berisi "air mata".
Penanyangan berita yang mengekplorasi kesedihan korban justru tidak memberikan banyak manfaat. Korban akan cenderung "terpuruk" dalam kegelapan masa lalu. Trauma akan bencana akan lama hilang dari ingatan korban.
Bagi penonton, eksplorasi kesedihan bencana juga akan memberikan efek negatif. Bahkan beberapa rekan saya berkomentar "kenapa Indonesia gempa terus ya? Mungkin gara-gara presidennya si anu." Gempa bukan ditentukan oleh seseorang, namun tentu atas kehendak-Nya.
Tak perlu mengeksplorasi kesedihan, penanyangan kondisi kerusakan bencana sudah cukup memberikan dampak bencana tersebut. Jika ada penayangan yang diperlukan kedewasaan seperti; tayangan korban luka,meninggal; bisa dilakukan di malam hari. Alternatifnya ditanyangkan diatas pukul 10 malam, sehingga tayangan tersebut hanya ditonton oleh penonton yang sudah dewasa. Tayangan yang "berbau" kesedihan dan kekerasan tentu kurang berdampak baik bagi anak-anak.
Sebaiknya televisi juga menayangkan tayangan yang berefek positif, seperti keberhasilan menyelamatkan diri dari bencana, cara mengatasi bencana, mengadakan konsultasi pasca bencana ke korban dll. Coba ingat, pernahkah anda melihat hal ini di televisi ? Kalaupun ada, jumlahnya bisa dihitung.
Contoh lain, berapa kali televisi kita menanyangkan prestasi anak bangsa ini ? Jarang dan kalaupun ada, durasinya tidak terlalu lama. Berita pasti didominasi oleh bencana,korupsi, pengusuran,kriminal dll.
Ah, pantas jika nanti orang luar negeri "segan" datang ke Indonesia. Hal itu belum seberapa, paling parah tentunya berimbas ke mental bangsa ini. Jangan sampai
dech orang Indonesia menjadi cepat putus asa karena kurangnya tontonan yang berkualitas.