Dalam seminggu ini hanya ada dua berita yang sering muncul. Yang pertama adalah kasus prita vs RS Omni International dan yang kedua adalah skandal Bank Century. Mana yang paling menarik buat anda ? Relatiflah, anda pasti punya opini masing-masing. Yang menarik dari kedua kasus ini adalah sama-sama "melibatkan" banyak orang. Hanya tujuan dan makna masing-masing yang berbeda.
Kasus Prita vs Omni bukanlah kasus baru. Kasus ini telah muncul dari pertenggahan tahun ini. Kasus ini dimulai dari surat elektronik yang ditulis oleh Prita dianggap merugikan RS Omni. Dalam surat elektronik (email) itu, Prita menuliskan keluhannya terhadap apa yang dia rasakan saat menjadi pasien RS Omni tersebut. Kasus Prita mulai "ramai" saat beberapa calon presiden bertemu Prita. Ibarat sebuah kebutuhan, kasus Prita memang layak untuk mengangkat citra positif sang calon. Kalau bahasa politik mungkin Prita saat itu adalah komoditas politik yang layak untuk dikonsumsi.
Sayang, setelah pemilihan presiden telah lewat dan sang calon tidak berhasil terpilih, kasus Prita seperti terlupakan oleh "mereka". Ahasil kasus Prita kembali disidangkan dan akhir november kemarin Pengadilan Negeri Banten menyatakan Prita Mulyasari bersalah dan dikenakan denda sebesar Rp 204 juta.
Keputusan pengadilan ini menimbulkan simpati dari banyak masyarakat. Dari awal kasus ini, banyak orang sudah berpendapat bahwa apa yang dilakukan Prita masih dalam batas wajar dan denda 204 juta rupiah dirasa tidak adil bagi Prita. Dukungan pun mulai berdatangan. Aksi nyata diteruskan dengan "aksi koin peduli Prita". Aksi yang bertujuan mengumpulkan sumbangan untuk membantu Prita membayar denda Rp 204 juta. Uniknya sumbangan tersebut berbentuk uang koin. Meskipun tidak menutup untuk sumbangan dari uang kertas.
Sang penyumbang pun bermacam-macam, dari pelajar, masinis, pengamen, ibu-ibu rumah tangga sampai pengusaha. Bahu membahu membantu Prita yang semula saat pertama mendengar namanya orang akan bertanya "siapa Prita ?" Kini karena rasa solidaritas atas penderitaan yang dialami oleh Prita ribuan orang rela menyisihkan uang koin untuk membantu Prita.
Bagaimana dengan skandal Bank Century ?
Seperti saya sampaikan di atas, kasus bank century juga melibatkan banyak orang. Hanya bedanya jika Prita berlatar sosial maka century berlatar politik. Selain itu ada perbedaan yang lebih mencolok, jika Prita melibatkan rakyat sipil (masyarakat umum) maka skandal century melibatkan golongan politik (mungkin pemerintahan juga).
Berbagai intrik menghiasi cerita skandal century, dari pembentukan panitia khusus oleh DPR, dugaan pengunaan dana oleh partai politik tertentu, keterlibatan orang berkuasa dll. Singkatnya : lebih rumit dari kasus Prita Mulyasari.
Meskipun sebenarnya skandal Century adalah hal yang mudah jika aparat kita benar-benar berniat "putih" dalam membasmi korupsi di negeri ini. Heran, kenapa kasus yang "menghabiskan" banyak uang negara ini sangat sulit untuk diungkap.
Sebaiknya para pemimpin negeri ini belajar dari Prita. Meski tak pernah berhenti mengalami tekanan, Prita selalu tegar dan tak pernah berhenti berjuang. Inilah yang membuat sebagian (mungkin seluruh) masyarakat bersimpati ke Prita. Jika merasa benar kenapa harus takut ? Mungkin itulah prinsip Prita yang sebaiknya ditiru oleh para pemimpin di negeri ini. Tidak perlu banyak omong, tidak perlu jaga image, tidak perlu panjang lebar mengungkap data intelejen, tidak perlu basa-basi yang bersalah harus dihukum. Kasus Prita membuktikan bahwa rakyat sudah bisa menilai mana yang benar, mana yang salah. Jika orang yang "di atas" ingin bercitra baik di masyarakat, sudah saatnya untuk "takut" ke rakyat dan mengutamakan kepentingan rakyat. Sekali lagi, jika merasa benar kenapa takut ?
Kasus Prita vs Omni bukanlah kasus baru. Kasus ini telah muncul dari pertenggahan tahun ini. Kasus ini dimulai dari surat elektronik yang ditulis oleh Prita dianggap merugikan RS Omni. Dalam surat elektronik (email) itu, Prita menuliskan keluhannya terhadap apa yang dia rasakan saat menjadi pasien RS Omni tersebut. Kasus Prita mulai "ramai" saat beberapa calon presiden bertemu Prita. Ibarat sebuah kebutuhan, kasus Prita memang layak untuk mengangkat citra positif sang calon. Kalau bahasa politik mungkin Prita saat itu adalah komoditas politik yang layak untuk dikonsumsi.
Sayang, setelah pemilihan presiden telah lewat dan sang calon tidak berhasil terpilih, kasus Prita seperti terlupakan oleh "mereka". Ahasil kasus Prita kembali disidangkan dan akhir november kemarin Pengadilan Negeri Banten menyatakan Prita Mulyasari bersalah dan dikenakan denda sebesar Rp 204 juta.
Keputusan pengadilan ini menimbulkan simpati dari banyak masyarakat. Dari awal kasus ini, banyak orang sudah berpendapat bahwa apa yang dilakukan Prita masih dalam batas wajar dan denda 204 juta rupiah dirasa tidak adil bagi Prita. Dukungan pun mulai berdatangan. Aksi nyata diteruskan dengan "aksi koin peduli Prita". Aksi yang bertujuan mengumpulkan sumbangan untuk membantu Prita membayar denda Rp 204 juta. Uniknya sumbangan tersebut berbentuk uang koin. Meskipun tidak menutup untuk sumbangan dari uang kertas.
Sang penyumbang pun bermacam-macam, dari pelajar, masinis, pengamen, ibu-ibu rumah tangga sampai pengusaha. Bahu membahu membantu Prita yang semula saat pertama mendengar namanya orang akan bertanya "siapa Prita ?" Kini karena rasa solidaritas atas penderitaan yang dialami oleh Prita ribuan orang rela menyisihkan uang koin untuk membantu Prita.
Bagaimana dengan skandal Bank Century ?
Seperti saya sampaikan di atas, kasus bank century juga melibatkan banyak orang. Hanya bedanya jika Prita berlatar sosial maka century berlatar politik. Selain itu ada perbedaan yang lebih mencolok, jika Prita melibatkan rakyat sipil (masyarakat umum) maka skandal century melibatkan golongan politik (mungkin pemerintahan juga).
Berbagai intrik menghiasi cerita skandal century, dari pembentukan panitia khusus oleh DPR, dugaan pengunaan dana oleh partai politik tertentu, keterlibatan orang berkuasa dll. Singkatnya : lebih rumit dari kasus Prita Mulyasari.
Meskipun sebenarnya skandal Century adalah hal yang mudah jika aparat kita benar-benar berniat "putih" dalam membasmi korupsi di negeri ini. Heran, kenapa kasus yang "menghabiskan" banyak uang negara ini sangat sulit untuk diungkap.
Sebaiknya para pemimpin negeri ini belajar dari Prita. Meski tak pernah berhenti mengalami tekanan, Prita selalu tegar dan tak pernah berhenti berjuang. Inilah yang membuat sebagian (mungkin seluruh) masyarakat bersimpati ke Prita. Jika merasa benar kenapa harus takut ? Mungkin itulah prinsip Prita yang sebaiknya ditiru oleh para pemimpin di negeri ini. Tidak perlu banyak omong, tidak perlu jaga image, tidak perlu panjang lebar mengungkap data intelejen, tidak perlu basa-basi yang bersalah harus dihukum. Kasus Prita membuktikan bahwa rakyat sudah bisa menilai mana yang benar, mana yang salah. Jika orang yang "di atas" ingin bercitra baik di masyarakat, sudah saatnya untuk "takut" ke rakyat dan mengutamakan kepentingan rakyat. Sekali lagi, jika merasa benar kenapa takut ?