Rokok elektronik adalah rokok yang dibuat dari bahan logam dan dibuat mirip dengan rokok biasa. Rokok elektronik menjadi terkenal, karena dianggap lebih sehat, dan bisa memiliki resiko yang kecil, tanpa mengurangi kenikmatan merokok. Meski demikian, dari penelitian ternyata rokok elektronik juga memiliki banyak racun yang terkandung dalam produk rokok elektronik.
Salah satunya adalah penelitian Dr Andreas Flouris dari FAME Laboratory Institute of Human Performance and Rehabilitation Center for Research and Technology, Yunani, yang menemukan hasil sebagai berikut:
1. Propilen glikol, yang berpotensi menyebabkan keracunan.
2. N-nitrosamine khusus tembakau, yang merupakan karsinogen kuat (penyebab kanker).
3. Hidrokarbon polisiklik, racun yang bersifat non-karsinogen.
4. Dietilen glikol yang sangat beracun dengan kadar 1 persen.
Produk ini diklaim dapat menjadi alternatif bagi perokok yang ingin berhenti merokok. Namun, pada dasarnya produk ini sama berbahayanya dengan rokok konvensional, meski tak merugikan orang lain (tidak ada perokok pasif).
Selain itu belum ada klasifikasi yang jelas tentang produk ini, apakah termasuk rokok, produk subsitusi, obat atau makanan. Sehingga sampai sekarang, baik BPOM maupun Kementerian Kesehatan belum bisa mengawasi peredaran produk ini.
Salah satunya adalah penelitian Dr Andreas Flouris dari FAME Laboratory Institute of Human Performance and Rehabilitation Center for Research and Technology, Yunani, yang menemukan hasil sebagai berikut:
1. Propilen glikol, yang berpotensi menyebabkan keracunan.
2. N-nitrosamine khusus tembakau, yang merupakan karsinogen kuat (penyebab kanker).
3. Hidrokarbon polisiklik, racun yang bersifat non-karsinogen.
4. Dietilen glikol yang sangat beracun dengan kadar 1 persen.
Produk ini diklaim dapat menjadi alternatif bagi perokok yang ingin berhenti merokok. Namun, pada dasarnya produk ini sama berbahayanya dengan rokok konvensional, meski tak merugikan orang lain (tidak ada perokok pasif).
Selain itu belum ada klasifikasi yang jelas tentang produk ini, apakah termasuk rokok, produk subsitusi, obat atau makanan. Sehingga sampai sekarang, baik BPOM maupun Kementerian Kesehatan belum bisa mengawasi peredaran produk ini.