Perlukah anak tahu gaji orang tuanya ?

Membicarakan masalah keuangan bukan hal mudah apalagi pada anak-anak dengan pemahamannya yang masih sederhana. Masalah uang adalah masalah yang sensitif tapi bukan berarti anak tidak boleh tahu.

Menurut pakar psikologi Dr Brad Klontz, anak juga perlu tahu berapa gaji orangtuanya agar mengerti kondisi keluarga dan bagaimana caranya menghargai uang.

Tentu saja ada caranya agar tidak menimbulkan pemahaman yang salah dan mempengaruhi perkembangan psikologis anak. Jangan sampai menurut Dr Klontz dalam bukunya 'Mind Over Money' salah membicarakan uang dan pekerjaan pada anaknya.

Dikutip dari Moneywatch, Jumat (22/10/2010), yang terjadi seringkali orangtua sangat marah jika anak ingin tahu pendapatan bapak ibunya. Sehingga seringkali keluar kata-kata 'Berapa gaji Papa Mama itu bukan urusanmu, Nak'.

Biasanya orangtua tidak mau memberitahukan gajinya pada anak karena khawatir tidak bisa menjaga rahasia. Hal ini bisa dipahami, namun dampaknya adalah anak tidak mengerti sama sekali kondisi keuangan orangtuanya dan tidak tahu caranya menghargai uang.

Seharusnya kata Dr Klontz beritahu saja meski tidak perlu terlalu detail. Sesuaikan cara penyampaian dengan usia anak agar tidak malah menjadi beban. Tidak perlu menyebut angka yang detail tapi jelaskan penghasilannya terpakai untuk apa saja.

Jika tidak ingin informasi itu tidak diceritakan ke teman-temannya, sampaikan juga alasannya. Misalnya agar teman-temannya tidak ada yang merasa lebih kaya atau lebih miskin.

Berikut komunikasi yang salah membicarakan tentang uang dengan anak:

Salah: "Aduh nak, bagaimana kita bisa membayar tagihan bulan ini?"
Mengeluhkan masalah keuangan di depan anak kecil sama sekali tidak berguna sebab anak-anak masih terlalu kecil untuk bisa memahaminya. Keluhan-keluhan itu justru akan memberikan beban secara psikologis yang mempengaruhi perkembangan mental anak.

Seharusnya: Tunjukkan sikap optimistis, libatkan anak untuk hal-hal yang sederhana
Anak akan belajar untuk peduli dan terlibat untuk menghadapi masalah, tanpa merasa terbebani. Katakan saja demikian, "Adek, saat ini papa tidak gajian. Papa sedang cari pekerjaan baru. Tapi jangan khawatir, mama dan papa sudah memikirkannya. Sekarang kita berhemat dulu ya. Biar tidak usah jajan, mau nggak bantu mama masak?"

Salah: "Mama kerja itu kan untuk membiayai kamu sekolah, makan, beli mainan"
Jawaban ini sering disampaikan ketika anak-anak merasa kesepian lalu mulai protes mengapa orangtuanya jarang ada di rumah. Namun cara membela diri semacam ini justru membebani anak dengan rasa bersalah, hutang budi dan semacamnya.

Seharusnya: Kali ini, jangan dikait-kaitkan dengan uang
Masalahnya adalah, anak merasa kesepian dan menuntut waktu untuk bersama meski kadang sulit bagi orangtua untuk memenuhinya. Buatlah agar anak bisa memahami kondisi yang sesungguhnya dan ciptakan suasana yang berkesan setiap ada kesempatan untuk berkumpul bersama.

Salah: "Sepatu kok harganya Rp 150 ribu? Enggak, buat mama itu terlalu mahal"
Jawaban ini jelas memberikan kesan otoriter dan tanpa sadar bisa membentuk sikap memberontak. Anak-anak belum memahami betul perhitungan keuangan, sehingga hanya bisa menyampaikan keinginan atas sesuatu yang disukainya.

Seharusnya: Berikan penawaran (meski arahnya tidak ada opsi menolak)
Katakan saja dengan halus bahwa dengan Rp 75.000 ia bisa membeli sepatu yang tak kalah bagus di toko lain. Sisanya bisa digunakan lain waktu untuk membeli tas dan baju baru. Jika penawaran itu menarik, paling dari tidak cara menyampaikannya, biasanya anak cenderung tidak akan membantah.