Buah simalakama diupamakan sebagai buah kesialan. Dimakan salah, tidak dimakan pun juga salah. Lalu apa hubungannya dengan saya? Begini, saya bekerja sebagai "usahawan" kecil-kecilan di kota mpek-mpek. Setelah menekuni selama hampir 1 tahun dan mulai masuk ke tahun kedua, saya mengalami dilematik. Untuk seorang awam dan pemula, usaha yang saya tekuni bersama isteri sudah cukup berkembang. Bahkan saat ini kami sudah mulai memetik hasil. Meski tak seberapa, namun cukup untuk hidup di kota ini tanpa harus 'mengemis" ke orang tua. Namun, seperti seorang bayi yang ingin lekas berdiri, kami pun demikian. Usaha yang kami lakukan ingin kami tingkatkan lagi. Secara branded dan omzet.
Permasalah yang pasti muncul dalam dunia usaha adalah persaingan dan duplikasi. Bukan bermaksud sombong, namun yang kami lakukan ternyata menginspirasi beberapa orang untuk membuka jenis usaha yang sama dan menjual barang yang sama. Ahasil, persaingan pun mulai menjurus ke perang harga. Jika kualitas barang sama dan merk yang dijual sama, maka harga adalah faktor pemenang persaingan. Tentunya juga didukung oleh pelayanan prima dan kenyamanan bertransaksi.
Persoalan yang muncul dengan penurunan harga adalah penurunan keuntungan per produk. Dan ini akan menyusahkan jika berlangsung dalam waktu yang lama. Solusi yang dimunculkan adalah menambah variasi produk yang dijual. Meski ini akan mengakibatkan membengkaknya jumlah modal. Namun, inilah buah simalakama yang harus saya nikmati. Kenapa ? karena jika tidak teliti menilai pasar, maka produk baru bisa tidak laku dan justru menambah kerugian.
Saya bukan seorang sarjana ekonomi, namun saya cukup sadar bahwa kerugian bisa berdampak buruk terhadap kemajuan usaha. Meski rugi dan untung seperti sebuah mata uang logam yang tak terpisahkan. Namun, pahitnya pil rugi, rasanya cukup membuat saya tidak bisa berkata, selain mengusap dada. "Sabar...Sabar...Sabar..."....
Resiko
Apa sih resiko orang usaha? Untung dan rugi pastinya. Jadi adalah wajar jika sebuah usaha akan selalu dibarengi dengan proses untung dan rugi. Namun, jika tidak terkontrol, kerugian bisa berakibat kebangkrutan. Dan ini adalah resiko terburuk dari sebuah usaha. Jika berkerja di kantor, maka kebangkrutan usaha bisa disamakan dengan pemecatan. Namun, jika berhati besar, kekalahan bisa membuat kita menyadari kesalahan yang dilakukan dan kemudian membuat rencana baru untuk memperbaiki masa depan.
Bukan bermaksud untuk mengurui, namun saya tersadar akan pentingnya pembelajaran sebuah proses. Bahwa untuk mencapai keberhasilan ada suatu proses yang harus dilewati. Meskipun itu bukan pilihan yang mudah, namun melakukan yang kita yakini adalah sebuah perjuangan. Ibarat buah simalakama, dimakan salah tidak juga salah. Bersabar diri atau bertidak nekat adalah pilihan yang sulit. Namun, itulah kenikmatan simalakama yang memunculkan misteri di akhir. Jika benar, maka kita akan selamat. Jadi saya akan menikmati simalakama itu sambil mengira-ngira bagaimana akhir cerita. Semoga happy ending...