Bangkit untuk apa ?

Hari ini, 20 Mei 2009, diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (harkitnas). Beberapa instasi pendidikan / sekolah ,melakukan upacara bendera untuk memperingati harkitnas. Bukan hanya upacara bendera, harkitnas diperingati dengan melakukan unjuk rasa. Di Jakarta menurut data Polda Metro Jaya tercatat ada sembilan unjuk rasa yang terjadi di hari ini.

20 Mei diperingati sebagai hari bangkitnya semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme, serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, yang tidak pernah muncul selama 350 tahun penjajahan. Kebangkitan nasional dipelopori oleh berdirinya organisasi Boedi Oetomo (20 Mei 1908) oleh Dr Soetomo, yang kemudian dilanjutkan dengan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).

Pada masa itu, kebangkitan nasional identik dengan perjuangan untuk mencapai kemerdekaan atau bebas dari penjajah. Setelah merdeka, semangat kebangkitan nasional mulai memudar. Meski kerap menjadi momentum untuk mencapai prestasi, namun prestasi kerap tidak tercapai.


Di bidang olahraga, contoh terbaru datang dari cabang bulutangkis. Cabang olahraga terpopuler setelah sepakbola dan bola voli di negara ini pun, kembali gagal meraih gelar juara di Piala Sudirman di Guangzhou, Cina. Kekalahan dari Korea Selatan di semifinal dengan skor 1-3 mengkandaskan harapan Indonesia untuk meraih juara atau paling tidak menembus final. Prestasi yang dahulu bisa tercapai namun begitu susah untuk tercapai saat ini.

Tidak berbeda jauh dengan bulutangkis, cabang sepakbola tak kunjung memberikan hasil yang mengembirakan bagi negeri ini. Padahal di era 60-an, sepakbola Indonesia begitu disegani. Bahkan meski bernama Hindia Belanda, negeri ini sempat lolos ke piala dunia 1938 di Perancis dan menahan imbang Uni Soviet. Walaupun gagal lolos penyisihan group, permainan pantang menyerah Indonesia banyak mendapat pujian. Hebatnya pemain bola saat itu tidak mendapat gaji sebesar seperti saat ini.

Di bidang pendidikan, carut marutnya sistem pendidikan makin menambah ruwet masalah yang sudah ada. Masih ingat dengan sering berubahnya kurikulum ? Meski telah muncul program sekolah gratis, namun pendidikan bangsa ini masih dinilah belum berkualitas. Tak heran jika akhirnya para "orang pintar" bangsa ini justru belajar di negeri tetangga dan bekerja di negeri tetangga. Hasilnya negara tetangga makin maju dengan bantuan "orang pintar" negeri ini. Herannya pemerintah justru mengeluhkan kurangnya tenaga ahli dan terampil, padahal banyak yang meyakini bahwa sumber daya manusia bangsa ini bisa bersaing dengan bangsa lain. Hanya sayangnya potensi ini "tidak terawat" dengan baik oleh pemerintah, sehingga "dimanfaatkan" oleh negara lain.

Di bidang kesejahteraan, bangsa ini belum sepenuhnya bisa mengurangi jurang pemisah si kaya dan si miskin. Saya sering mendengar slogan "yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin", semakin sering terdengar. Di saat krisis ekonomi 1998 dan krisis ekonomi global sekarang, justru mobil - mobil mewah dan apartemen mewah makin sering terlihat. Krisis apa ? Mungkin krisis hanyalah untuk orang yang tidak mampu dan miskin. Kasus "wong cilik" paling gress adalah kasus meninggalnya Siti Khoiyaroh, bocah umur 4 tahun akibat luka bakar terkena tumpahan air panas dari gerobak bakso saat penertiban pedagang kaki lima (pkl) oleh satuan polisi pamong praja (satpol pp) di Surabaya.

Di bidang nasionalisme, bangsa ini kerap diremehkan oleh bangsa lain. Kasus yang sering terjadi adalah kasus kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di negara lain. Hukuman yang diterima kerap berat sebelah dan merugikan bangsa ini. Negara tetangga, yang katanya sealiran melayu-pun kerap melecehkan bangsa ini dengan sebutan "indon" bagi warga Indonesia. Padahal pemengalan sebuah nama negara bisa dianggap menyinggung martabat bangsa, apalagi bangsa tetangga tersebut justru dibantu di awal - awal kemerdekaannya oleh bangsa Indonesia. Demi harta kekayaan, beberapa orang di negara ini rela menjual aset bangsa ke pihak asing. Ingatkah dengan kasus ambalat ?


Dengan segala keterpurukan yang menimpa bangsa ini, perlukan kita bangkit ? Mengapa kita perlu bangkit ?

Masalah tidak akan pernah berhenti mendera bangsa ini, dari kekerasan, pelecehan, diskriminasi, kegagalan, bencana, semuanya akan menjadi ujian bagi bangsa ini. Sebagai bangsa yang besar dan tangguh, bansa ini akan belajar dan untuk itulah perlu bangkit supaya tidak semakin terpuruk.

Pesimis yang muncul dalam benak saya, langsung lenyap ketika bersama ribuan penonton yang menyaksikan tim nasional mengalahkan Bahrain dalam Piala Asia 2007 di Jakarta lalu. Jika anda hadir di Stadion Gelora Bung Karno, anda akan merasakan betapa melimpahnya semangat nasional, rasa persatuan dan kebangaan menjadi BANGSA INDONESIA; tumpah ruah menjadi satu. Tidak ada batasan antara si kaya dan si miskin, semua menjadi satu membela tim nasional Indonesia.

Kini, sebentar lagi bangsa ini akan melakukan pemilihan presiden. Siapapun presiden yang terpilih layak untuk mendapat dukungan dari seluruh bangsa ini. Hanya dengan persatuan dan kebersamaan - lah, bangsa ini akan mengatasi permasalahan yang datang silih - berganti. Semoga 20 Mei bukan sekedar tanggal simbolik, namun menjadi patokan untuk mencapai kebangkitan nasional. Selamat hari kebangkitan nasional !