Masihkan anda ingat dengan Prita Mulyasari ? Seorang ibu yang mendapat dakwaan pencemaran nama baik RS. Omni Internasional karena "hanya" menuliskan keluhan melalui email. Curhatan Prita kemudian membuat RS Omni menjadi "berang". Nah, setelah sempat penangguhan penahanan, Prita kembali harus menghadapi persidangan. Tidak main-main, jaksa menuntut Prita dengan hukuman 6 bulan penjara. Hal yang dianggap memberatkan Prita adalah surat email yang dibuat Prita tidak bisa dihapus karena dilakukan di internet, sehingga tetap ada. Yang kedua, Prita tidak pernah meminta maaf ke RS Omni terkait dengan surat yang dia buat.
Tragis ! Prita adalah seorang ibu yang memiliki dua orang anak yang harus menghadapi dakwaan penjara 6 bulan. Surat yang dianggap sebagai bencana adalah sebuah keluhan dari seorang pasien atas pelayanan dan kejelasan penyakitnya. Ironisnya, Prita juga telah membayar RS tersebut. Wajar, jika kita merasa kesal dan kemudian menyampaikan keluhan ke teman-teman kita. Yang jadi sandungan bagi Prita adalah keluhannya yang dianggap merusak nama baik.
Nasib Prita tentu berbanding 180 derajat dengan sosok lain yang sedang "naik daun" saat ini, yakni : Anggodo. Nama ini mulai mencuat ke permukaan terkait dengan ditahannya mantan pimpinan KPK; Chandra & Bibit. Anggodo semakin terkenal setelah rekaman pembicaraan Anggodo dan beberapa pejabat tinggi negara didengarkan di Mahkamah Konstitusi.
Bagi beberapa pihak, tindakan Anggodo yang tersirat melalui rekaman sudah menunjukan peran penting dalam kriminalisasi kasus KPK. Bahkan, menurut mereka sudah cukup mengubah status saksi Anggodo menjadi tersangka.
Hal serupa pun menjadi rekomendasi dari tim delapan. Dimana hal ini tercantum dalam poin ketiga dari rekomendasi tim delapan :
Anehnya meski desakan sudah demikian kecang, Polri masih bersikap tenang. Bahkan Polri memanggil pimpinan koran Kompas dan Seputar Indonesia terkait rekaman Anggodo tersebut. Meski oleh Kapolri dalam rapat kerja dengan komisi III DPR semalam menyampaikan bahwa tindakan tersebut tidak akan merugikan media, tak ayal tindakan Polri membuat kita semakin bertanya-tanya : Siapa sih Anggodo ?atau Ada Apa sih dengan Anggodo ?
Ada lagi sebuah kisah tragis. Seorang nenek harus menjalani hukuman penjara 1 bulan 15 hari dengan masa percobaab 3 bulan karena mencuri 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA), Banyumas, Jawa Tenggah. Nenek tersebut adalah Minah (55 tahun).
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.
Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri.
Karena merasa salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja.
Namun ternyata kasus ini berbuntut panjang, seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto. Hingga akhirnya dinyatakan bersalah dan menerima nasib; merasakan dinginnya sel tahanan. Tragis ! !
Tragis ! Prita adalah seorang ibu yang memiliki dua orang anak yang harus menghadapi dakwaan penjara 6 bulan. Surat yang dianggap sebagai bencana adalah sebuah keluhan dari seorang pasien atas pelayanan dan kejelasan penyakitnya. Ironisnya, Prita juga telah membayar RS tersebut. Wajar, jika kita merasa kesal dan kemudian menyampaikan keluhan ke teman-teman kita. Yang jadi sandungan bagi Prita adalah keluhannya yang dianggap merusak nama baik.
Nasib Prita tentu berbanding 180 derajat dengan sosok lain yang sedang "naik daun" saat ini, yakni : Anggodo. Nama ini mulai mencuat ke permukaan terkait dengan ditahannya mantan pimpinan KPK; Chandra & Bibit. Anggodo semakin terkenal setelah rekaman pembicaraan Anggodo dan beberapa pejabat tinggi negara didengarkan di Mahkamah Konstitusi.
Bagi beberapa pihak, tindakan Anggodo yang tersirat melalui rekaman sudah menunjukan peran penting dalam kriminalisasi kasus KPK. Bahkan, menurut mereka sudah cukup mengubah status saksi Anggodo menjadi tersangka.
Hal serupa pun menjadi rekomendasi dari tim delapan. Dimana hal ini tercantum dalam poin ketiga dari rekomendasi tim delapan :
Setelah mendalami betapa penegakan hukum telah dirusak oleh merajalelanya makelar kasus (markus) yang beroperasi di semua lembaga penegak hukum maka sebagai ‘shock therapy’ Presiden perlu memprioritaskan operasi pemberantasan makelar kasus (markus) di dalam semua lembaga penegak hukum termasuk di lembaga peradilan dan profesi advokat; dimulai dengan pemeriksaan secara tuntas dugaan praktik mafia hukum yang melibatkan Anggodo Widjojo dan Ari Muladi oleh aparat terkait.
Anehnya meski desakan sudah demikian kecang, Polri masih bersikap tenang. Bahkan Polri memanggil pimpinan koran Kompas dan Seputar Indonesia terkait rekaman Anggodo tersebut. Meski oleh Kapolri dalam rapat kerja dengan komisi III DPR semalam menyampaikan bahwa tindakan tersebut tidak akan merugikan media, tak ayal tindakan Polri membuat kita semakin bertanya-tanya : Siapa sih Anggodo ?atau Ada Apa sih dengan Anggodo ?
Ada lagi sebuah kisah tragis. Seorang nenek harus menjalani hukuman penjara 1 bulan 15 hari dengan masa percobaab 3 bulan karena mencuri 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA), Banyumas, Jawa Tenggah. Nenek tersebut adalah Minah (55 tahun).
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.
Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri.
Karena merasa salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja.
Namun ternyata kasus ini berbuntut panjang, seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto. Hingga akhirnya dinyatakan bersalah dan menerima nasib; merasakan dinginnya sel tahanan. Tragis ! !