Reputasi Polri saat ini memang tengah mengalami keterpurukan. Setelah dugaan kriminalisasi mantan pimpinan KPK; Chandra dan Bibit, Polri kembali diuji dengan kesaksian mantan Kepala Polres Jakarta Selatan Wiliardi Wizar. Kesaksian Wiliardi dalam persidangan kasus p
embunuhan Nasrudin dengan terdakwa Antasari Azhar (10/11). Kesaksian Wiliardi yang menyatakan bahwa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ditandatanganinya, telah dikondisikan untuk disamakan dengan BAP tersangka lainnya, Sigit Haryo Wibisono guna menjerat Antasari.
Kesaksian Wiliardi ini kontan langsung memunculkan kontroversi. Pengacara dan Antasari sempat terkejut mendengar pengakuan ini. Bahkan Antasari sempat menangis selama mendengar kesaksian Wiliardi selama di persidangan (sandiwarakah ?).
Sementara Polri pun langsung bereaksi dengan mengadakan jumpa pers (11/11) dan membantah kesaksian Wiliardi. Polri melalui Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Nanan Sukarna menyatakan, penyidikan terhadap Williardi telah melalui prosedur. Pihaknya memiliki perekam yang memperdengarkan penyidikan tersebut. Dalam rekaman video yang dipertontonkan terlihat Wiliardi terlihat santai dan tenang dalam menjalani pemeriksaan.
Tak puas dengan hal tersebut Polri memperlihatkan video rekaman penyelidikan terhadap Antasari di Polda Metro Jaya. Dalam rekaman tersebut Kepolisian menunjukkan adanya keinginan mantan Ketua KPK Antasari Azhar untuk mengkriminalisasikan KPK.
Berikut pernyataan Antasari Azhar yang tampil dalam teks rekaman:
"Dan saya pribadi terus terang saja. Cepat atau lambat saya keluar. Selesai maksudnya. Mungkin orang yang pertama yang akan mengatakan tidak diperlukan KPK. Saya akan bicara itu." ---
kompas.com.Yang meragukan dari rekaman ini adalah tampilan video yang terputus-putus dan ucapan Antasari yang tidak terlalu jelas. Dalam rekaman tersebut ada "subtitle" sehingga muncul keraguan akan keaslian rekaman tersebut. Kuasa hukum Antasari telah membantah pernyataan ini, mereka beranggapan Polri telah merekayasa pernyataan Antasari dengan memotong atau mengutip pernyataan Antasari tidak secara lengkap atau utuh.
Setelah terdesak oleh opini masyarakat, Polri berupaya berkelit dari tuduhan kriminalisasi KPK dengan membuat opini baru. Di saat bersamaan, Polri kembali ditekan dengan kesaksian Wiliardi yang semakin menguatkan dugaan pelemahan terhadap KPK. Karena Antasari notabene adalah mantan pimpinan KPK.
Polri boleh berkelit dan mengumbar banyak bukti, namun masyarakat sudah terlanjur mencap buruk terhadap kepolisian. Buruknya penegakan hukum yang dilakukan sebelum KPK ada menjadi alasan kuat opsi tidak percaya Polri. Setelah KPK terbentuk, kasus korupsi mulai terkuak dan terselesaikan. Mungkin, ada yang tidak ataupun belum terungkap, namun yang jelas di mata rakyat posisi KPK diatas Polri dan Kejaksaan.
Belum lagi tingkah oknum - oknum kepolisian yang makin menambah citra buruk polisi. Bahkan ada opini: ada polisi, ada uang. Maksudnya semua permasalahan dengan polisi, entah karena melanggar hukum atau sekedar administratif pastilah berujung dengan uang. Yang lucu, aneh tapi nyata; kebanyakan masyarakat kita lebih khawatir (atau takut) jika bertemu dengan polisi di jalan.
"wah, ada polisi"Opini "UUD" alias "Ujung - Ujungnya Duit" inilah yang membuat sebagian besar rakyat Indonesia mempercayai rekaman pembicaraan yang disadap KPK dari Anggodo. Faktor uang dianggap sebagai hal mudah berurusan dengan pihak terkait. Sulit rasanya untuk bisa menjumpai polisi sejujur alm.
Hoegeng.
Meski bukan mustahil, namun Polri sebaiknya segera bertransformasi dan berbenah. Sulit namun bukan tak mungkin. Asalkan ada kemauan, cepat atau lambat Polri akan mendapatkan tempat di hati masyarakat. Karena itulah semboyan Polri diciptakan; "untuk melayani rakyat" bukan melayani koruptor dan penjahat !