Setiap orang pasti ingin selalu awet muda dan menerapkan pola hidup sehat. Tetapi dalam artian lain, para perokok pun ternyata bisa 'awet muda'.
Tak seperti awet muda dengan pola hidup sehat yang dapat terhindar dari berbagai macam pernyakit, 'awet muda' yang dialami oleh para perokok diartikan sebagai orang yang mati muda dan tidak akan pernah menikmati hari tuanya.
Hal ini disampaikan oleh Dr. H. Aulia Sani, SpJP(K) FJCC FIHA, pengajar Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI, dalam acara konferensi pers menyambut Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Jakarta, Rabu (26/5/2010).
"Rokok itu bikin 'awet muda', maksudnya perokok itu mati di usia muda, jadi mereka nggak bakal bisa tua," ujar dokter yang pernah menjadi Direktur Utama Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta.
Tidak mengherankan, karena rokok banyak membawa dampak negatif pada tubuh dan kesehatan, baik dampak jangka pendek maupun dampak jangka panjang.
Dalam jangka pendek saja, rokok bisa menyebabkan iritasi mata, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, peristaltik usus meningkat, nafsu makan menurun, sirkulasi darah kurang baik, suhu ujung-ujung jari menurun, berkurangnya rasa mengecap dan membau, serta gigi dan kuku berwarna kuning sampai hitam.
Sedangkan efek jangka panjang lebih banyak lagi, mulai dari penyakit-penyakit di saluran pernapasan, paru, ginjal, pankreas, alat reproduksi, kanker dan kardivaskuler. Dan rokok merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner, di samping kolesterol dan hipertensi.
Rokok juga menjadi faktor risiko acute myocardial infarction (serangan jantung), stroke, kematian mendadak, dan meningkatkan percepatan aterosklerosis. Inilah yang membuat perokok menjadi 'awet muda' alias tipis harapan untuk dapat hidup hingga usia tua.
Untuk dapat terlepas dari jeratan rokok memang susah. Adiksi nikotin di dalam rokoklah yang membuat orang sangat susah untuk berhenti. Perokok butuh motivasi diri dan lingkungan untuk berani berhenti merokok.
Ketergantungan terhadap rokok dipengaruhi oleh multi dimensi. Faktor yang paling besar adalah faktor biologis, yaitu adiksi nikotin yang membuat orang kecanduan juga withdrawal (kondisi putus zat). Selain itu, ada juga faktor sosial berupa kebiasaan dan lingkungan, serta faktor perilaku dan psikologis.
Di Jakarta sendiri, jumlah total perokok aktif tercatat meningkat satu persen per tahun. Berdasarkan data itu, di Indonesia ada 1.172 orang meninggal dunia per hari karena penyakit yang diakibatkan rokok.
Tidak hanya bagi perokok aktif, efek dari para perokok ini terhadap orang-orang di sekitarnya turut mencengangkan. Diperkirakan jumlah perokok pasif di Indonesia, menurut data BPS tahun 2004, yang berusia 0-14 tahun sejumlah 43 juta anak.
Sedangkan perokok pasif diatas 15 tahun diperkirakan sejumlah 45,6 juta. Asap yang ditimbulkan dari rokok perokok aktif, bahkan sampai 70 persen dihisap oleh perokok pasif.
"Perokok selalu memiliki banyak alasan untuk mempertahankan kebiasaan merokoknya, sekalipun ingin berhenti," ujar Dr Tribowo T Ginting, SpKJ, dokter spesialis Kedokteran Jiwa dari RSUP Persahabatan.
Dr Tribowo menuturkan bahwa diperlukan motivasi yang kuat bersumber dari diri sendiri maupun lingkungan orang terdekat. ketika para perokok merasa motivasinya menipis, lingkungan dapat segera mendukung dan menguatkannya kembali.
sumber : detikhealth
Tak seperti awet muda dengan pola hidup sehat yang dapat terhindar dari berbagai macam pernyakit, 'awet muda' yang dialami oleh para perokok diartikan sebagai orang yang mati muda dan tidak akan pernah menikmati hari tuanya.
Hal ini disampaikan oleh Dr. H. Aulia Sani, SpJP(K) FJCC FIHA, pengajar Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI, dalam acara konferensi pers menyambut Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Jakarta, Rabu (26/5/2010).
"Rokok itu bikin 'awet muda', maksudnya perokok itu mati di usia muda, jadi mereka nggak bakal bisa tua," ujar dokter yang pernah menjadi Direktur Utama Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta.
Tidak mengherankan, karena rokok banyak membawa dampak negatif pada tubuh dan kesehatan, baik dampak jangka pendek maupun dampak jangka panjang.
Dalam jangka pendek saja, rokok bisa menyebabkan iritasi mata, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, peristaltik usus meningkat, nafsu makan menurun, sirkulasi darah kurang baik, suhu ujung-ujung jari menurun, berkurangnya rasa mengecap dan membau, serta gigi dan kuku berwarna kuning sampai hitam.
Sedangkan efek jangka panjang lebih banyak lagi, mulai dari penyakit-penyakit di saluran pernapasan, paru, ginjal, pankreas, alat reproduksi, kanker dan kardivaskuler. Dan rokok merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner, di samping kolesterol dan hipertensi.
Rokok juga menjadi faktor risiko acute myocardial infarction (serangan jantung), stroke, kematian mendadak, dan meningkatkan percepatan aterosklerosis. Inilah yang membuat perokok menjadi 'awet muda' alias tipis harapan untuk dapat hidup hingga usia tua.
Untuk dapat terlepas dari jeratan rokok memang susah. Adiksi nikotin di dalam rokoklah yang membuat orang sangat susah untuk berhenti. Perokok butuh motivasi diri dan lingkungan untuk berani berhenti merokok.
Ketergantungan terhadap rokok dipengaruhi oleh multi dimensi. Faktor yang paling besar adalah faktor biologis, yaitu adiksi nikotin yang membuat orang kecanduan juga withdrawal (kondisi putus zat). Selain itu, ada juga faktor sosial berupa kebiasaan dan lingkungan, serta faktor perilaku dan psikologis.
Di Jakarta sendiri, jumlah total perokok aktif tercatat meningkat satu persen per tahun. Berdasarkan data itu, di Indonesia ada 1.172 orang meninggal dunia per hari karena penyakit yang diakibatkan rokok.
Tidak hanya bagi perokok aktif, efek dari para perokok ini terhadap orang-orang di sekitarnya turut mencengangkan. Diperkirakan jumlah perokok pasif di Indonesia, menurut data BPS tahun 2004, yang berusia 0-14 tahun sejumlah 43 juta anak.
Sedangkan perokok pasif diatas 15 tahun diperkirakan sejumlah 45,6 juta. Asap yang ditimbulkan dari rokok perokok aktif, bahkan sampai 70 persen dihisap oleh perokok pasif.
"Perokok selalu memiliki banyak alasan untuk mempertahankan kebiasaan merokoknya, sekalipun ingin berhenti," ujar Dr Tribowo T Ginting, SpKJ, dokter spesialis Kedokteran Jiwa dari RSUP Persahabatan.
Dr Tribowo menuturkan bahwa diperlukan motivasi yang kuat bersumber dari diri sendiri maupun lingkungan orang terdekat. ketika para perokok merasa motivasinya menipis, lingkungan dapat segera mendukung dan menguatkannya kembali.
sumber : detikhealth